Sesampainya di rumah, tempat yang pertama dicari adalah kamar tidur. Perlahan tubuh ini saya rebahkan di tempat tidur. Sambil memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, terasa sekali nuansa damai, walau kondisi kamar tak sebesar dan seindah milik orang lain. Sayangnya, saat itu, hati saya terus mengeluh dan menghitung-hitung masalah beserta aneka kegagalan yang dialami.
Dalam menapaki hidup, ternyata kita sering mengeluhkan kesulitan yang menimpa. Kita sering merasa kekurangan dan berangan-angan mendapatkan semua yang dimiliki. Parahnya, kita pun sering menyiksa diri dengan memikirkan, menghitung dan membandingkan apa yang dimiliki orang lain.
Beruntungnya Diri Kita!
Bagaimana jalan keluarnya? Ketika kita merasa lelah karena bekerja, tampaknya kita harus mengingat ribuan orang belum punya pekerjaan. Mereka lelah karena mencari-cari pekerjaan. Ketika kaki kita pegal, kita tidak usah mengeluh, karena banyak saudara kita yang Allah uji dengan tak berkaki dan berlengan. Ketika pikiran kita penat karena banyak masalah, kitapun tidak usah mengeluh. Banyak saudara kita yang tidak memiki daya pikir, sehingga untuk merawat diri saja perlu bantuan orang lain.
Ketika mulut kita lelah karena menawarkan produk, mengajar, berdiskusi, atau memberi instruksi kepada tim, namun hasil tak sesuai harapan, kita pun jangan mengeluh. Masih banyak saudara kita yang Allah uji dengan tidak bisa bicara bahkan mendengar.
Ketika mata kita lelah karena seharian bekerja, semestinya kita tidak mengeluh. Banyak saudara kita yang Allah uji dengan "kegelapan"
akibat tidak bisa melihat.
Ketika kita merebahkan diri di kamar sempit, semestinya kita tidak mengeluh. Betapa tidak, di negeri yang "kaya raya" ini masih banyak saudara kita yang tak punya tempat tinggal.
Ya, kita jarang mensyukuri nikmat yang Allah SWT anugerahkan. Malah kita sering berpikir bahwa Allah tidak adik terhadap kita. Hanya karena apa yang kita inginkan belum tercapai.
Kita pandai menghitung apa yang tidak kita miliki. Namun, kita amat bodoh karena tidak dapat menghitung apa yang kita miliki. Dalam hal keimanan misalnya. Kita sering menghitung apa yang kurang pantas kita lakukan, seperti menghitung hal-hal yang haram. Akibatnya kita berpikir bahwa agama itu banyak aturan dan larangan. Sayangnya kita jarang menghitung apa-apa yang boleh dilakukan.
Bagaimana mungkin kita mengeluh "menghadapi" nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya ini. Wallahu 'alam bish shawab.